2/3

Posted by ArieGat | Posted in | Posted on 10:34 AM

0

Dua per tiga lompatan ini
selalu ditingkahi bimbang

Dua per tiga, seperti perangkap
Bagi mangsa-mangsa goblok ! dan terpojok !

Dua per tiga adalah lumpur hisap
Semakin meronta, semakin hebat kau, biadab!

Dua per tiga, hilang kesadaran
Aku melihat aku sendiri, bukan pahlawan

Dua per tiga adalah kesengajaan
Dan membenamkan masa depan ke dalamnya

Dua per tiga, bukan penantian
Namun musuh bebuyutan!

Saling cakar,
sama-sama ingin menang!

Dua per tiga lompatan ini
selalu ditingkahi bimbang
dan keinginan untuk kembali
pulang

Hitam Dendam dalam Padam

Posted by ArieGat | Posted in | Posted on 9:39 PM

0

ada pe-er yang wajib disetor besok pagi!
tapi sejak sore sampai malam gini
lampu justru mati!

innalilahi wrj..............

komplen ke PLN
malah bikin migren

jawabannya santai:
"biasalah Pak ada sirkuit yang kebakar...
sabar aja, ntar juga nyala.."

biji lo tuh nyala!
gw belom sempet pindahin data ke flash disk tauk!

gak kebayang
tengah malem buta
ngangkat-ngangkat i-mac ke mobil
bergegas menuju terbitnya terang
demi sesuap listrik nun jauh di sana

taun 2008 nih bos...
masa' masih begini ajeeee...

apa perlu ada provider listrik swasta kali ya!?
biar bisa seseru operator seluler..
perang tarif terusssss....

tapi pelayanan sih...
tetep.




Class of 76

Posted by ArieGat | Posted in | Posted on 12:59 AM

0


sudahlah, aku mau duduk paling depan
aku mau kuasai: putihnya kapur dan hijaunya papan
mengawasi penuh tarian sang jemari lentik
yang mengeluarkan angka-angka dan rumus cantik

mengikat dagu - bibir - hidung - kening menjadi satu
menempelkan di dinding dan menyalinnya ke dalam buku
sambil menduga seterang apa sorot di balik kacamata
bermain-main dengan semua teori hingga puisi ilmiah

oooh miss marsha
di atas sebuah bangku
aku pangku seluruh khayal itu

Membusuk

Posted by ArieGat | Posted in | Posted on 6:47 AM

0

masih tak terdengar jawab
samar samar pun tidak
baut baut mulai bergeming
lepas dari tengkorak kepala

kamu menciptakan sudut
dan aku mati membusuk

Bunuh Diri 14 Kali

Posted by ArieGat | Posted in | Posted on 9:27 PM

0

Menjelang masa produksi, kantor tak ubahnya seperti neraka.
Jangankan buat para kroco, para bos pun berterbangan seperti peluru.
Multi task bukan lah sesuatu yang layak untuk dibanggakan...
Namun tak lebih dari sekedar setumpuk kotoran yang tersusun acak dan diberi pita merah muda.
Medali-medali yang digantung di bak sampah!

Hari ini kami berdiri di atas tempo yang luar biasa liarrrrrrrrrr...
Oktaf oktaf tinggi mengisi atmosfir ruang yang begitu sempit dan menjepit.
Bentuknya padat, genjang dan panik!
Sisa-sisa sayap rekah berserakan dimana-mana...

Dari serentet perkara yang tak kunjung reda, akhirnya kuputuskan untuk menembakkan selongsong tajam ke pelipis kananku...

DORRRR !!!

Sekali saja.
Namun gemanya bagaikan sulur yang mengais-ngais kegelapan.
Begitu panjang dan dingin..

Aku rebah...
Sekejap lenyap semua pressure itu...
Rupanya aksi ini menjadi inspirasi bagi dua sahabat.
Diambilnya senjata api yang tergeletak tak jauh dari tubuhku.
Mereka saling rebut membunuh diri mereka sendiri!

Tak lama setelah kami bertiga rebah, sang bos pun tersernyum miris...
Ini tidak adil, batinnya...
Aku harus bersama mereka..
Namun bijaksana kah?
Beliau pun memutuskan untuk menyusul kami...

Selesai?
Ya dan tidak..

Beberapa saat kemudian kami kembali merenangi sungai yang sama
Yang berbeda hanya warna riak airnya...
Arusnya masih menggeliat...
Oktaf tinggi di atmosfir tetap padat, genjang dan panik !
Serempak kami memutuskan untuk kembali membunuh diri ..

Sesaat kemudian kami terbangun
Lalu kembali rebah di saat yang lain

Terbangun dan rebah...

Terbangun hanya untuk rebah...

Begitu seterusnya hingga kami tiba di tempat yang serba putih...
Udaranya menggumpal...
Menyengat...

Akhirnya kusadari
Ternyata aku sudah bunuh diri sebanyak 14 kali...

Dan tahukah kamu
Percuma saja
Neraka itu tetap ada...

Jadi buat apa selama ini aku bunuh diri ?

V e r t i k a l

Posted by ArieGat | Posted in | Posted on 9:05 PM

0

senja ini kehidupan berjalan membungkuk
setiap orang yang kutemui menoreh-noreh lukanya dengan tanah
punggung bumi seperti pecah, patahannya dialiri darah
darah-darah yang tidak terlalu basah
juga tidak terlalu merah
yang menyengat justru bau amarah

orang-orang mulai melupakan bulan
apalagi jutaan titik putih yang berkilauan di sana
satu satu mereka berubah menjadi abu-abu
lalu mendekat ke hitam
serentak mereka hilang
ditelan geram berbaur menjadi malam

sekumpulan awan raksasa tiba
gemuruh ...
sahutan ...
gemuruh ...
sahutan ...
mereka saling menyapa

jemari-jemari yang bercahaya mulai menampar raut bumi
berkali-kali
berlomba-lomba menyulam garis kecil putih
vertikal dari langit

ribuan garis ...
jutaan garis ...
bahkan milyaran garis
jatuh ...
menyiram bumi

mencuci jejak darah kering

membasahi cahaya ...

memupus dahaga ...

menghidupi aku.

Bangku Panjang

Posted by ArieGat | Posted in | Posted on 9:09 PM

0

Kesekian kalinya, aku kembali melihat wajah murung itu duduk di sudut sana. Tak bergeming di bawah pohon besar tepat di atas bangku panjang tempat aku dan para sahabat biasa menjaring senja dengan serangkaian cerita jenaka.
Sudut yang sebelumnya selalu hidup oleh tawa membahana, senyum yang tak pernah habis, dan keceriaan yang tak putus-putus. Namun selama seminggu ini kerap berisi kesedihan, kesendirian, kesuraman...

Meskipun tanpa tangis, sudut itu kini jelas telah berubah!

Sang pohon besar mengganti dedaunnya yang hijau dengan sekumpulan awan hitam. Batangnya yang besar dan segar berubah kering dan pucat, membentuk kerut-kerut yang menyeramkan. Dahan-dahan lunglai yang tak pernah berhenti meneteskan getir. Akar-akar malang yang terlalu lemah mencengkram bumi. Di saat yang sama aku melihat bangku panjang itu pun telah di selimuti embun dan air mata...

Sosok murung itu benar-benar telah mengubah segalanya!

Sore itu angin menyentuhku begitu mesra. Rambutku yang sebahu beberapa kali dibawanya bermain-main. Beberapa sahabat yang berlalu dan menyapa hanya kubalas dengan senyum dan sebatas lambaian. Mata dan benakku tengah terjatuh di satu titik. Sosok itu!

Seorang wanita muda dengan dua mata yang nyaris hilang karena ditutupi poni panjang dan sembab tangis tertahan. Pakaian yang ia kenakan selalu sama. Hitam, hitam dan hitam. Semuanya hitam. Begitu pula sehelai saputangan yang ia genggam. Hitam.

Menduga-duga. Sederas apakah hantaman atasnya sehingga ia begitu lara? Mengapa ia di sana? Mengapa selalu di sore yang sama? Mengapa? Mengapa? Tak pernah terjawab, hanya mampu menduga. Jangankan bertanya, mendekatinya pun tak kuasa. Ia telah membangun pagar tinggi di antara kesedihan dan senja yang nyata... Sore itu aku memberinya nama. Benakku kemudian memanggilnya... Lara.

Sore ini angin terlalu senyap. Datang dan berlalu demikian cepat. Tak satu pun angin yang bermain, atau sekedar menyapa. Mereka lenyap! Tak seperti biasanya. Di sudut sana pun aku tak menemukan apa-apa...

Sosok itu telah sirna!

Langkahku perlahan mendekati sudut itu. Nafasku perlahan menyentuh pohon besar itu. Benakku perlahan menghampiri bangku panjang itu...

Aku tak perlu bertanya.

Bangku panjang mulai bercerita...

Aku mendengarkan...

Bangku panjang bercerita panjang...

Aku mendengarkan...

Bangku panjang bercerita panjang lebar...

Aku mendengarkan...

Bangku panjang bercerita sangat panjang lebar...

Aku mendengarkan...

Bangku panjang mengakhiri cerita...

Aku menangis...

.............................

Suatu hari nanti kau akan menjumpai aku di sini. Saat aku telah berhasil menguasai sebuah sudut. Saat aku kembali ke sebuah bangku panjang. Sayangnya aku tak kembali bersama tawa yang membahana. Aku tak lagi membawa senyuman ataupun keceriaan yang tak putus-putus. Namun aku kembali bersama sekumpulan awan hitam, tetesan getir, sehelai saputangan hitam, serta bangku panjang yang mencekam...

Dan kelak kau akan memanggilku... Duka.